Fardhunya tayammum (halaqoh 52)


 Halaqoh 52
 Fardhunya Tayammum
 Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين

اَللَّهُمَّ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي.

Ikhwah wal akhwat para peserta kajian fiqh yang dimuliakan Allāh, pad kesempatan kali ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang tayammum dan pada halaqah yang ke-52 ini kita masuk ke bab "Fardhunya tayammum"
((و فرائضة أربعة أشياء: النية، و مسح الوجه، و مسح اليدين مع المرافقين، والترتيب))
Dan fardhu/rukunnya tayammum ada 4 macam:
⑴ NIAT
Kita tahu bahwasanya tayammum pengganti wudhū' dan dia merupakan ibadah yang disyaratkan padanya niat karena Allāh semata.
Kita tahu bahwasanya niat adalah keinginan hati untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwasanya niat tempatnya di dalam hati.
Niat sangat menentukan diterima atau tidaknya sebuah amal, karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya semua amal perbuatan seseorang tergantung kepada niatnya dan seseorang akan mendapatkan pahala dan balasan dari ibadahnya dan amalannya tergantung dari niatnya.
Apabila niatnya karena Allāh maka in syā Allāh akan diterima dan apabila niatnya karena selain Allāh maka akan mendapatkan siksa karena niat untuk selain Allāh termasuk syirik kecil (riyā).
Dalam niat ini kita tentukan dalam hati kita bahwa kita akan melakukan tayammum sebagai pengganti wudhū'.
Adapun pelafazhan niat seperti yang sering kita dengar misal:
· "أصلي فرض الصبح"
· "نويت الوضوع"
· "نويت التيمم لرفع الحدث الأصغر أو أكبر بدلا عن الوضوع أو الغسل"

Pengucapannya tidak ada dasarnya sama sekali, tidak ada dalil yang shahīh dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, apalagi dalam Al-Qurān atau perkataan para shāhabat dan tābi'īn. Kita tahu bahwasanya dalil itu adalah dari Al-Qurān ataupun Sunnah atau Ijmā' ulama/shāhabat dan kita tidak pernah dapati dari riwayat tersebut.
Oleh karena itu asalnya niat adalah di dalam hati dan tidak dilafazhkan.
⑵ MENGUSAP MUKA
Mengusap muka ini menggunakan debu yang telah kita tempelkan pada tangan kita.
Pertama, kita siapkan debu yang suci, kemudian tangan kita ditepukkan ke debu tersebut, kemudian ditiup agar debu-debu yang besar atau kerikil-kerikil kecil jatuh dan yang tersisa hanya debu yang lembut atau diusapkan tangan satu dengan yang lainnya supaya debu-debu yang besar berjatuhan. Kemudian diusapkan ke wajah kita.
Tentang pengambilan debu ini apakah 1 atau 2 kali pengambilan maka ulama berbeda pendapat;
· PENDAPAT PERTAMA ·
Dalam tayammum, seseorang itu memukulkan ke debu sebanyak 2 kali. Tepukan pertama untuk muka dan tepukan kedua untul kedua tangan.
Ini merupakan pendapat madzhab Hanafi, Maliki dan Syāfi'i. Dan juga merupakan pendapat Ibnu 'Umar, Jābir bin 'Abdillāh dan beberapa kalangan Tābi'īn seperti Salim bin 'Abdullāh, Al-Hasan Al-Bashri, As-Sa'di, An-Nakha'i dan yang lainnya.
Dalil:
Hadits Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ, وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى اَلْمِرْفَقَيْنِ
"Tayammum itu 2 kali pukulan, 1 kali pukulan tangan ke debu untuk muka dan pukulan yang kedua untuk tangan hingga ke siku."
Disini disebutkan bahwa mengusap tangan sampai siku. Namun sayangnya hadits ini ada kelemahannya dan dikatakan dha'īfun jiddan (sangat lemah).
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā dan didalam hadits ini ada Al-Huraisy, Al-Huraisy ini dilemahkan oleh Ibnu Hajar dan yang lainnya.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imām Ath-Thabrāni, Imam Dāruquthni dan Hakīm, namun semuanya diambil dari Ibnu 'Umar dan didalamnya ada seorang perawi yang bernama 'Ali bin Dhabyan. Imām Bukhari mengatakan 'Ali bin Dhabyan ini orang yang munkarul hadīts (haditsnya munkar). Dan Imām An-Nasā'i mengatakan 'Ali bin Dhabyan ini matrūk (haditsnya ditinggalkan)
[Lihat Silsilah Al-Ahādīts Adh-Dha'īfah karya Syaikh Al-Albani rahimahullāh]
Jadi, hadits ini terancam lemah yang dijadikan sandaran bahwasanya tayammum itu 2 kali pukulan.
Dalil lain yaitu hadits yang diriwayatkan oleh 'Ammar Bin Yāsir bahwasanya dia mengatakan:

أنه كان يحدث أنهم تمسحوا وهم مع رسول الله صلى الله عليه وسلم بالصعيد لصلاة الفجر، فضربوا بأكفهم الصعيد ثم مسحوا 
بوجوههم مسحة واحدة، ثم عادوا فضربوا بأكفهم الصعيد مرة أخرى، فمسحوا بأيديهم كلها إلى المناكب والآباط، من بطون أيديهم

Dia menceritakan tayammum yang pernah dilakukan oleh para shāhabat dan mereka waktu itu 

bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka menepukkan tangan ke debu kemudian bertayammum untuk shalat Fajr. Kemudian mereka mengusap muka-muka mereka satu usapan, kemudian mereka memukulkan lagi telapak tangan mereka ke tanah, kemudian mengusapkan lagi ke tangan-tangan sampai ke pundak dan ketiak dengan menggunakan bagian dalam dari tangan mereka.
Hadits shahih diriwayatkan oleh Abū Dāwud, An-Nasā'i, Ahmad dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullāh.
Disebutkan dalam hadits bahwa 'Ammar bin Yāsir menceritakan para shāhabat waktu bertayammum 2 kali pukulan dan mereka mengusap muka 1 kali dan mengusap tangan-tangan mereka bukan hanya sampai siku tetapi sampai bagian pundak dan ketiak mereka.
Namun tidak ada penyebutan dalam hadits ini bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruh mereka seperti itu. Itu hanya perbuatan shāhabat yang berijtihad masing-masing sebagaimana 'Ammar bin Yāsir pernah berijtihad ketika junub beliau berguling-guling ditanah untuk tayammum pengganti mandi, itu adalah ijitihad beliau yang keliru.
Kemudian disebutkan bahwasanya beliau melakukan hal itu karena belum dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang bagaimana cara bertayammum.
Sekalipun hadits ini shahīh tetapi penunjukannya terhadap cara tayammum tidak kuat karena memang tidak ada perintah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melakukan hal tersebut.
· PENDAPAT KEDUA
Cara tayammum cukup 1 pukulan.
Dan ini merupakan pendapat madzhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullāh dan mayoritas ulama ahli hadits. Dan ini dikatakan juga oleh Sa'īd Ibnul Musayyid dan Imām Al-Auzā'i dan Ishāq Ibnu Ruhawaih dan dipilih oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Hazm Azh-Zhāhiriy.
Dalil:
Hadits yang diriwayatkan oleh 'Ammar bin Yāsir juga
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ ، قَالَ : " سَأَلْتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ التَّيَمُّمِ ، فَأَمَرَنِي ضَرْبَةً وَاحِدَةً لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ " 
Dia berkata: Aku bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang tata cara tayammum maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruhku untuk memukulkan tanganku 1 kali untuk muka dan kedua telapak tangan.
Hadits ini menyebutkan bahwa pukulannya 1 kali dan hanya muka & telapak tangan saja, tidak sampai ke siku apalagi sampai ke pundak.
Hadits ini shahīh diriwayatkan oleh Imām Abū Dāwud dan Imām Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abū Dāwud.
Jadi, pendapat kedua adalah tayammum itu 1 pukulan kemudian ditiup atau diusap untuk diusap ke muka 1 kali dan kedua tangan 1 kali.
Ada hadits lain yang diriwayatkan oleh 'Ammar bin Yāsir, dalam hadits itu disebutkan:
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika 'Ammar bin Yāsir berguling-guling (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberitahukan tentang cara tayammum yang benar). Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memukulkan dengan kedua tangan Beliau ke tanah lalu Beliau tiup telapak tangannya (supaya debu-debu yang besar berjatuhan) kemudian Beliau mengusap dengan kedua tangan tadi ke muka dan kedua telapak tangannya.
وفى رواية «إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً»
Dan dalam sebuah riwayat: Tidak lain ketika tayammum itu kamu cukup begini dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusap mukanya dan kedua telapak tangannya hanya 1 kali.
(HR. Bukhari, hadits shahih)
Dengan demikian, kita bisa tahu bahwasanya kedua pendapat ini berbeda, yang pertama bahwa tayammum 2 kali pukulan dan yang kedua 1 kali pukulan.
Namun, dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits dha'īf. Dan dalil pendapat kedua penunjukkannya tidak jelas sejelas hadits yang dipakai oleh ulama pendapat kedua yaitu haditsnya shahih dan penunjukkannya sangat jelas.
Oleh karena itu, yang shahih bahwasanya tayammum itu cukup 1 kali pukulan ke tanah untuk diusapkan ke muka dan kedua telapak tangan dan tidak sampai ke siku.
Adapun yang berpendapat mengusap debu sampai siku maka itu hanya menggunakan analogi/kiyas (kiyāsun ma'al fāriq: analogi masalah yang berbeda) yaitu mengkiyaskan tayammum dengan wudhū' padahal keduanya cara dan alatnya beda.
Oleh karena itu, perkataan Muallif kitab ini (Abū Syujā') yang mengatakan bahwasanya fardhu wudhū' yang ketiga yaitu mengusap kedua tangan hingga ke siku ini pendapat yang lemah karena tidak ada dasar yang shahih dari hadits yang shahih.
Allāh berfirman dalam masalah wudhū':
فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
"Dan basuhlah muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai siku." (Al-Māidah 6)
Disini jelas bahwa membasuh tangan sampai siku.
Adapun dalam tayammum, Allāh berfirman:
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
"Dan usaplah muka dan tangan kalian." (An-Nisā 6)
Dan tidak menyebutkan إِلَى الْمَرَافِقِ (sampai kesiku), ini menunjukkan bahwa wudhū' dan tayammum itu berbeda.
Kemudian ketika disebutkan وَأَيْدِيكُمْ maka أيدي secara mutlak adalah telapak tangan, sebagaimana firman Allāh:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Maidah 38)
Jadi pencuri dipotong hanya telapak tangannya saja, bukan sampai siku apalagi sampai ke bahu.
Fardhu/rukun tayammum yang terakhir;
⑷ TARTIB (URUT)
Urutan tayammum harus urut, tidak boleh dibalik, tidak boleh tangan dulu baru muka.
Demikian yang bisa kita bahas tentang fardhunya tayammum.
بالله التوفيق و الهداية
و صلى الله على نبينا محمد صلى الله و على أصحابه أجمعين
------------------------------
 Ditulis Tim Transkrip dari kajian Fiqh syafi'i matan abu syuja' oleh Ustadz Eko Abu Ziyad di grup whatsApp

Share on Google Plus

About ubaidillah

0 komentar:

Posting Komentar