🎬 Halaqoh 31
📜 Pembatal-Pembatal Wudhū' (Bagian 2)
🔊 Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
Ikhwan dan akhwat yang saya hormati, alhamdulillāh kita memasuki sesi baru dalam kajian fiqh Syāfi'i ini. Kita telah sampai pada halaqoh yang ke-31, pada halaqoh ini kita masih melanjutkan tentang hal-hal yang membatalkan wudhū', yang sebelumnya kita telah bahas beberapa, diantaranya adalah :
① Keluarnya kotoran atau benda dari salah satu dari 2 jalan.
Dalil :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول صلى الله عليه و سلم: لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حتى يتوضأ. قال رجل من حضرموت ما الحدث يا أبا هريرة؟ قال فساء أو ضراط (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu bahwasanya dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah bersabda: "Allāh tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian yang telah berhadats sehingga dia berwudhū'. Kemudian ada seseorang dari penduduk Hadramaut (Yaman) berkata: Apa yang dimaksud dengan hadats ini?. Abu Hurairah menjawab: Buang angin yang tidak bersuara dan buang angin yang bersuara." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian termasuk juga yang membatalkan wudhū' diqiyaskan kepada hadats.
② Tidur dengan posisi selain duduk, baik terlentang atau miring tiduran.
③ Hilangnya akal karena mabuk atau sakit.
Karena akal merupakan sumber taklif, ketika akal ini hilang atau tidak sadar maka taklif (beban syari'at) itu diangkat, maka orang yang seperti ini dia kehilangan kesadarannya dan membatalkan wudhū' nya.
Dalil :
عن علي بن أبي طالب ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : وكاء السه العينان، فإذا نام احدكم فليتوضأ
Dari 'Ali bin Abi Thālib, dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Bahwasanya pengikat dubur adalah 2 mata, kalau dia tidur maka hendaklah dia berwudhū'." (HR. Abu Dawud dan yang lainnya)
Jadi kalau mata ini terpejam dan tertidur pulas (dalam kondisi bukan duduk), maka dia sudah tidak sadar lagi untuk mengontrol duburnya sehingga dia tidak tahu apakah keluar hadats atau tidak.
④ Seorang laki-laki yang menyentuh perempuan bukan mahram tanpa adanya pembatas.
⑤ Menyentuh kemaluan anak Adam/manusia (baik orang dewasa atau anak kecil, baik masih hidup atau sudah meninggal dunia) dengan menggunakan bagian dalam dari telapak tangan.
Kata "menggunakan bagian dalam dari telapak tangan" menunjukkan bahwasanya kalau menyentuhnya dengan bagian punggung tangan maka tidak membatalkan karena yang membatalkan hanya yang menyentuh dengan bagian dalam telapak tangan kita.
Karena kalau bagian luarnya (punggungnya) maka sama dengan kulit yang lain, misal kulit paha (adalah kulit paha menempel dengan kemaluan kita) tapi itu tidak membatalkan.
Dalil :
عَنْ بُسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانَ ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلَا يُصَلِّي حَتَّى يَتَوَضَّأَ ". و في رواية لالنسائي وَيُتَوَضَّأُ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ
Dari Busrah binti Shafwan radhiyallāhu 'anhā; Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka hendaklah dia berwudhū' dan janganlah shalat hingga dia berwudhū'."
Dalam riwayat An-Nasāi mengatakan: "Dan orang yang memegang dzakarnya dia harus berwudhū'." (HR. Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Ash-hābus Sunān Al-khamsah dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Dan ini mencakup dzakar dia sendiri ataupun dzakar orang lain baik hidup ataupun mati, dewasa maupun anak kecil, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits :
عن أم حبيبة رضي اله عنها عن النبي صلى الله عليه و سلم: من مس فرجه فليتوضأ
Dari Ummu Habībah radhiyallāhu 'anhā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menyentuh farji'ny maka hendaklah dia berwudhū' (HR. Ibnu Mājah)
*Baik farji' milik laki-laki maupun perempuan, baik dubur maupun qubul.
Orang yang menyentuh lubang duburnya (dengan tangannya) menurut pendapat Imam Syāfi'i terdapat dalam Qaul Al-Jadīd.
Maksudnya Qaul Al-Jadīd adalah yang dikatakan Imam Syāfi'i dan difatwakan ketika beliau telah pindah ke Mesir, baik itu karangan atau fatwa beliau dan biasanya Qaul Al-Jadīd ini yang selalu dipakai oleh madzhab Asy-Syāfi'i.
Kecuali ada masalah-masalah yang dikuatkan oleh para imam madzhab Syāfi'i, barulah mereka merajihkan yang qadīm. Tetapi aslinya, pendapat yang mu'tamad adalah pendapat atau Qaul Al-Jadīd.
Adapun dalam Qaul Qadīm tidak membatalkan wudhū'.
Namun yang mu'tabar, kalau tidak ada perajihan dari ulama madzhab Syāfi'i tentang Qaul Qadīm, maka berarti yang dipakai adalah Qaul Al-Jadīd.
Demikianlah pembatal-pembatal wudhū', semoga kita memahaminya dengan baik.
بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى حَبِيْبِنَا المُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ سَلَّمَ
___________________
📝 Transkriptor : Ummu 'Abdirrahmān
♻ Editor : Farid Abu Abdillāh
👤 Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.
👉 Kunjungi kami di www.manarussabil.or.id
0 komentar:
Posting Komentar